Jumat, 18 September 2015

Senja Dan Cinta Yang Sedang Berduka

Hari ini senja kembali mampir ke beranda kamar kita di lantai enam
Aku berlari kesana membawa sebuah kamera
Bersiap mengejarnya
Akhirnya senja pulang lagi setelah badai melanda kota kita

Aku berdiri sendirian di beranda kamar seperti hari-hari yang biasa
Menunggu kamu pulang untuk kita makan malam bersama
Kemudian kita minum teh hangat tanpa gula sambil membicarakan cinta yang tak usai hingga malam tiba

Aku tetap bertanya-tanya, apakah kita sedang memandang senja yang sama?
Mungkin dalam perjalananmu pulang dari kantor, sambil menyetir mobil dan bergulat dengan kemacetan yang sama setiap hari
Kamu bisa mengintip senja barang sejenak?
Sekedar istirahat untuk membebaskan diri dari penat kemacetan yang setiap malam kamu keluhkan

Sambil memandang senja aku melamun
Teringat perdebatan kita suatu hari
Kamu pernah bertanya padaku, setelah dengan terpaksa kamu menemaniku mengejar senja biar aku tidak marah
Kamu bertanya kenapa aku terlalu suka mengejar senja

"Senja hanya datang sebentar, Dia berada di waktu antara, antara siang dan malam. Aku suka berada di waktu antara. Kamu tau, siang selalu membuat aku ingin marah karena panasnya yang menyengat. Siang juga selalu membuatku teringat kamu yang berada di kantor. Apa kamu sudah makan? Apa kamu dimarahi bos? Apa kamu sedang bersama perempuan lain? Semua ketakutan itu menghantuiku setiap siang, sehingga tak sabar menunggu kamu pulang. Sedangkan malam selalu membuat aku sedih karena banyak yang belum selesai hari ini, dan aku takut esok akan datang dengan lebih banyak yang tak terselesaikan. Malam juga selalu membuat aku sedih ketika melihatmu tidur lelap dalam pelukanku, setelah kita puas membicarakan cinta yang tak usai. Kalau aku tidur setiap malam, aku selalu dihantui perasaan takut kehilanganmu. Jangan-jangan ketika aku bangun kamu sudah tidak di pelukanku lagi. Aku takut kamu lari dengan perempuan lain di kantormu. Tapi senja lain, warna jingganya membangkitkan perasaan romantis di dalam hatiku, dia selalu membuatku jatuh cinta. Aku jadi teringat padamu kalau aku sedang jatuh cinta. Lagipula setelah senja usai, kamu akan pulang dan kembali bertemu denganku, kembali mencium dan memelukku. Aku tau kamu akan ada disini lagi."

"Tapi ini aneh. Aku tak pernah suka senja, malah aku benci senja. Dia selalu membangkitkan perasaan sedih yang aneh setiap aku melihatnya. Dia selalu mengingatkan aku dengan perpisahan yang paling kubenci. Setelah siang lalu malam. Seperti itulah. Senja seperti sebuah tanda bahwa hari ini harus selesai begitu saja. Atau jangan-jangan ada mantan pacarmu yang suka senja dan kamu masih selalu teringat dia?"

"Ini sama sekali tak ada hubungannya dengan mantan pacar. Jangan bilang kamu sedang cemburu. Malah aku hanya memikirkanmu setiap aku mengejar senja. Aku memikirkan apa kita sedang memandang senja yang sama. Aku memikirkan makan malam yang kubuat hari ini mungkin membuatmu senang. Lalu kamu akan segera pulang dan menciumku, bahkan sebelum kamu sempat melepas dasi. Kemudian kita makan malam bersama, lalu berpelukan sampai puas sambil melihat bulan dan bintang. Aku sama sekali tak bisa memberikan senja untukmu, karena dia milik umum, bukan milikku saja. Jadi aku hanya ingin menunjukkan senja untukmu. Bahwa ada senja warna jingga di langit. Anggap saja ini sebagai pengganti surat cinta dan doaku yang setiap hari tak putus untukmu. Setiap hari kalau senja tiba, itu berarti aku selalu mendoakanmu dan cintaku semakin bertambah untukmu."

"Mungkin kita terlalu berbeda. Aku benci senja. Aku lebih suka badai. Aku suka merasakan anginnya yang berputar-putar. Banyak orang takut dengan badai, tapi aku tidak. Aku malah ingin merasakan setiap anginnya memasuki tubuhku."

"Aku juga suka badai, tapi badai pasti berlalu, kan. Waktu itu kita lihat sendiri, setelah badai ada pelangi. Setelah badai bahkan ada senja." kataku menoleh ke arahmu bersama sebuah senyum simpul.

"Badai pasti berlalu, kecuali badai yang satu itu, yang selalu ada di dalam hatiku. Kamu juga tau itu, kan."

Lalu kita mengakhiri perdebatan senja itu dengan sebuah cium hangat di beranda, bersama malam yang telah datang dan bulan dan bintang, juga riuh suara hewan musim panas.

Aku puas dengan lamunanku hingga senyum mengembang di bibirku
Kalaupun hari ini kamu tidak sedang memandang senja, sama sekali bukan masalah
Karena ini sudah jam setengah enam sore
Sebentar lagi senja usai, lalu kita akan ketemu lagi
Aku sudah memotret senja dengan rapi, akan kutunjukkan padamu setelah kamu pulang nanti
Aku membayangkan wajahmu ketika menerima hadiah senja sebagai pengganti surat cintaku
"Senja lagi?" katamu dengan bibir yang pura-pura cemberut, tapi setelah itu bibir itu juga yang akan menghadiahkan ciuman bertubi-tubi di bibirku

Sudah jam sebelas malam dan kamu belum juga pulang
Pasta kesukaanmu untuk makan malam sudah dingin
Ada berpuluh kali aku melirik jam dinding
Tapi suara langkah kakimu belum juga terdengar
Aku mencoba menelponmu, tapi sama sekali tak berbalas
Apa mungkin kamu sedang di jalan sehingga menolak telponku?
Aku mengirim enam pesan, tak ada balasan meskipun ada tanda pesanku terbaca olehmu
Aku duduk sendirian di meja makan memandangi pasta yang sudah dingin dan tampak tak enak lagi

Hari berganti dan kamu tak pulang malam itu, tak pernah terjadi selama aku mengenalmu empat tahun ini
Malam itu setetes hingga dua tetes air mata tak henti menumpahi alas meja makanku
Tak sedetikpun aku lelap karena aku menunggumu
Aku punya banyak cinta malam itu, yang menunggu untuk dikatakan, yang menunggu untuk dipersembahkan hanya untukmu
Termasuk satu cinta yang ada di dalam perutku saat ini, yang baru tadi pagi kuketahui setelah kamu pergi bekerja
Bukan cintaku, bukan cintamu, tapi cinta kita berdua

Tapi ternyata cinta yang ada di dalam hatiku sedang berduka
Pagi itu belum kubuka kotak surat yang ternyata di dalamnya ada fotomu dengan perempuan teman kantormu, kalian masuk karaoke berdua, kalian masuk restoran berdua, kalian turun mobil berdua, entah siapa yang mengambilnya, mungkin orang yang tak suka denganmu, mungkin orang yang tak suka denganku, mungkin orang yang ingin membangunkan kita dari mimpi indah ketika senja dan memaksa kita menerjang badai

Tokyo, 18 September 2015
22:15
Setelah senja, luka masih ada